Ini
adalah ungkapan isi hati perempuan
berusia 20 tahun yang masih labil dalam segala hal… oleh karenanya belum ada
keyakinan utuh atas apa yang terungkap dalam tulisan ini.
“Soal hati, perasaan, siapa
mampu menjelaskannya melalui rangkaian kata?
Ketika dalam keadaan baik,
sebanyak apapun kata takkan sanggup menggambarkan keindahannya, begitupun
sebaliknya, ketika terluka, sebanyak apapun kata tidak akan pernah cukup untuk
menggambarkan kesengsaraannya.” Wess boleh
keprok dulu atuh #apasih :D
Ini
adalah ungkapan isi hati untuk seseorang, tulus dari lubuk hati terdalam…
(diiringi suara angin ~)
Berawal
dari hari dimana dengan tidak sopannya tangan ini menyentuh kepala seseorang
yang belum dikenal, lebih parahnya usianya ternyata lebih tua.
Hari
dimana ngerasa bertemu seseorang yang serasa tidak asing, ngerasa udah kenal
lama, padahal bertegur sapa saja tidak pernah.
Yah,
dia. Pemuda dengan celana training bolong yang duduk seenaknya dengan senyumnya
yang seperti tanpa dosa – b-o-l-o-h-o
Hari
demi hari pun berlalu ~
Ada
yang masih belum juga bisa dijelaskan, ketika dia bertanya “kenapa apa-apa ke aku?”
Percaya
atau tidak, “I dunno”, aku sendiripun ga paham, dengan mudahnya percaya, dengan
mudahnya ngerasa nyaman, dan ya hal seperti itu mengalir. Bila berbicara
“nyaman” atau “percaya” bisa kah dideskripsikan secara logika? Aku kira jika
memang tulus, asalnya dari hati bukan alasan logis… (sotau lu ndro)
Mungkin
dia ga tau, aku benar-benar sangat menghormati pribadinya. Bukan, bukan karena
usianya yang memang lebih tua, tapi pribadi naturalnya lah, sikapnya lah yang
menjadikan ia patut untuk disegani. Dia berbeda dengan kebanyakan pemuda yang
aku kenal, mereka yang masih sangat melekat jiwa remajanya, yang berkebiasaan
bersenang-senang dan belum cukup dewasa memikirkan langkah serius apalagi
bersiap untuk memikul beban dipundaknya kelak. Dia berbeda.
“Sederhana”,
satu hal yang menjadikan seseorang istimewa. Tidak banyak tingkah, tidak banyak
bicara, tidak perlu berpenampilan macem-macem, justru se-sederhana itu orang
bisa melihatnya sebagai sosok yang istimewa. Ya, kecerdasan dan
kebijaksanaanlah menurut aku, yang bisa menjadikan seorang laki-laki itu patut
untuk dikagumi, disitulah sisi dimana perempuan menilai wibawa seorang
laki-laki. Bukan wajahnya yang tampan sehingga terlihat bagai malaikat tanpa
sayap turun ke bumi, bukan pakaiannya yang selalu mencolok mata sehingga nampak
kontras dengan sekitarnya, bukan kepandaiannya menghamburkan kata-kata manis
sehingga banyak perempuan yang tersepona, bukan kepandaiannya memamerkan
kekayaan yang jelas bukan hasil jerih payahnya, bukan juga yang memamerkan
kecerdasannya sehingga setiap orang merasa bodoh bila dihadapannya, sekali
lagi, bukan.
aku dihadapanmu, ya itulah
aku. Aku berharap jadilah motivator
untuk mengembangkan kelebihan, dan jadilah orang yang memperbaiki segala
kekurangan aku. Tidak perlu segan untuk mencegah, menasehati, bahkan marah bila
memang untuk memperbaiki. Karena itulah teman, yang menurut salah satu buku
yang pernah aku baca “yang ketika jatuh, akan menertawakanmu terlebih dahulu
baru kemudian menarik tanganmu, bukan yang menarik tanganmu dan lalu
menertawakanmu dibaliknya”
“The
way you are”, bukan topeng. Tidak sedikit orang ingin selalu nampak baik,
nampak keren, dengan mengorbankan dirinya, dalam artian menutupi pribadi
aslinya. Bagaimana orang lain akan menghargai bila diri sendirinya saja tidak
menghargai apa yang ada padanya?
Dia,
aku kira apa yang nampak, maka itulah dia. Tidak sedikitpun dia menampakan sisi
yang memang bukan dirinya. Mungkin ini salah satu alasan kenapa nyaman kalau
bersamanya, tidak ada celah keegoisan untuk menjadikan diri menjadi orang lain,
dihadapan orang seperti dialah aku bisa jadi diri sendiri, tidak perlu rasanya
menutupi kekurangan dan mengharuskan selalu “baik” dihadapannya. Dan itulah
pertemanan yang sesungguhnya, ketika tidak ada topeng diantara kita. Dan
didalamnya, aku rasa tidak perlu ada kekhawatiran bahwa teman kita akan
membenci kita ketika dia mengetahui sisi tidak baik yang ada pada diri kita,
karena yakinilah, setiap hal yang statis, tanpa warna, tidak memiliki makna
apapun (ceileeeh) . Begitupun pertemanan, jika selalu baik-baik saja, jika
hanya bersama ketika senang saja, apa itu indah?
Apa
istimewanya hubungan yang seperti itu?
namun
perlu dicatat, dalam hal ini bukan berarti kita menerima teman “apa adanya” ,
dalam artian membiarkannya tetap menjadi dirinya, sesuai keinginannya,
membiarkannya berlarut dalam kesalahan. Bukan. Melainkan, tidak menjauhinya
karena kekurangan yang ada padanya dan justru memperbaikinya, menariknya dari
jurang kesalahan. Masalah itu wajar adanya, pertentangan itu erat kaitannya
dengan kepedulian, kepedulian untuk mengatasi perbedaan, menurut aku.
Aku anggap kamu temen, aku
juga inginnya kamu anggap aku ini temen, bukan fans. Sekalinya saling tau
kekurangan masing-masing, maka saling memperbaiki, bukan kecewa dan kemudian
ngejauh, ninggalin, benci dkk. Aku ingin kita berteman, karena aku ngerasa
nyaman bareng kamu dan aku harap bisa bareng terus… aku ingin kamu anggap
temen, yang kalau ngajak main, kalau mau bareng kamu, kalau mau cerita, kalau
mau minta makanan, kalau mau minta tolong, atau kalau ngapa-ngapain ga dikira
yang aneh-aneh, apalagi kamu ngira aku ngarep sesuatu dari kamu. Bukan. Memang
karena aku mau bareng kamu, aku nyaman, aku suka bareng kamu, aku belajar
banyak dari kamu dan mau belajar lebih banyak lagi. Aku ingin jadi temen kamu,
dimana kita bisa saling berbagi. Apa salah? :)
“Honest”,
tulus, satu kata penuh makna yang walaupun letaknya ada pada dasar bagian kecil
dari manusia, yaitu hati, namun wujudnya mewakili kepribadian manusia. Menurut
aku, setiap orang pasti memiliki ketulusan, namun biasanya pada sebagian orang
akan teredam bahkan tak nampak, yakni orang-orang yang mengutamakan logika
dalam setiap halnya. Jika berbicara hati
maka erat kaitannya dengan ketulusan, maka logika erat kaitannya dengan apa
yang dinamakan ego (sekilas inget lagu beyonce “Ego” ). Lalu, menurut kalian, mana
yang lebih utama didahulukan, khususnya dalam sebuah pertemanan?
Menurut
aku, dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki, tulus (menggunakan hati)
berlaku dalam sebuah pertemanan, sedangkan ego (atas dasar logika) berlaku
dalam hal kagum-mengagumi, istilah populernya nge-fans lah ya, alias cinta
dalam hati kalau menurut buku “jodoh dunia akhirat” mah.
Ketika
menganggap teman, maka ya berlaku ulasan mengenai “the way you are” tadi, kalau
berteman secara tulus, maka dipastikan tidak ada topeng, dan bisa saling
melengkapi diantara perbedaan, bisa saling memotivasi mengembangkan potensi,
bisa saling memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang ada pada masing-masing,
saling berbagi, ya sistemnya terbuka, ini aku ini kamu, bukan sekedar saling
menampakkan sisi baik saja. Lain halnya dengan sekedar nge-fans, ego yang
berperan.
Apa seorang fans masih bisa menerima ketika
yang dikaguminya membuatnya kecewa?
Apa
seorang fans masih bisa tetap disampingnya ketika yang diharapkan dari yang
dikaguminya tidak terwujud?
Apa
seorang fans bisa memberi tanpa berharap kembali?
Aku
kira jawabannya adalah “tidak”. Jika menjadikan seseorang sebagai yang
dikagumi, yang begitu di idam-idamkan, maka egolah yang akan berkuasa, yang
ingin dilihat dan yang ingin diperlihatkan adalah hal-hal yang baik saja.
Mengagumi seseorang artinya ada yang membuatnya tertarik, ada yang menarik dari
seseorang itu, jika yang membuat tertarik itu hilang, apa seseorang itu masih
layak untuk dikagumi? Tentu tidak, kekecewaan akan membuatnya dengan mudah
meninggalkan, bahasa trendnya berhenti
nge-fans.
Misalkan
aku, pernah mengagumi seseorang karena “dia begitu menghargai perempuan,
memegang teguh prinsip pacaran itu haram”, tapi lama-lama ternyata terbukti
bahwa orang tsb tidak seperti yang diperkirakan, dia mengumbar kata manis tidak
hanya pada satu perempuan. Aku kira orang itu tidak layak lagi untuk dikagumi,
dengan mudahnya akan berlalu dan terlupakan ~ begitulah perempuan kebanyakan :D
Berbicara
topeng, ketika kita mengagumi seseorang, rasanya tidak ingin membuatnya
sedikitpun kecewa, ingin selalu memperlihatkan sisi baik di depannya, berharap
dia pun melihat kita dan tertarik. Tidak ingin sedikitpun memperlihatkan celah
kekurangan kita. Setuju?
Mengagumi
seseorang itu berasalan logika biasanya, karena dia ganteng, karena dia pinter,
karena dia banyak uang *ups*, dan hal seperti itu dipastikan akan berubah
bahkan hilang, dan rasa kagumnyapun akan berubah bahkan hilang. Khususnya aku
pribadi, ketika mengagumi seseorang akan menuntut secara mendetail, kenapa gini
kenapa gitu, kalau sudah kecewa maka segera akan dilupakan. Ngefans itu ketika
suka ya sukanya pake banget, makanya sekalinya kecewa bagaikan unforgiven alias
ilfil, bahkan dari fans bisa jadi hater. Serem dan begitu kompleks bukan
persoalan logika ini?( Bahkan untuk mengetik dan memaparkannya pun diliputi
rasa kesal, sungguh bahasan yang tidak menyenangkan *sekilas teringat sesuatu)
“Love”,
the most georgeous word. Bahasan ini sungguh sensitif, maka resapilah…
Bila
kita berbicara cinta, maka seutuhnya ini adalah milik hati. Bila berbicara
hati, maka rangkaian kata takkan pernah sanggup mewakili keutuhannya. Sepokat
gaisss? wkwk
Sungguh,
sampai usia seginipun aku masih belum ngerti apa makna sesungguhnya dari kata
cinta. Terkadang dirasa ada sesuatu yang tidak biasa dalam hati kepada lawan
jenis, namun belum tentu itu cinta. Masa muda dulu, SMA alay, seringkali kita
so tau mengartikan kata cinta dengan labilnya, menyebabkan kegalauan yang
sungguh maksimal *a foolish*
Yang
aku tau, ada banyak kata lain mengitari kata cinta, seperti rindu, rasa sayang,
tulus, trust (keyakinan), satu kesatuan yang menjadikan kata “cinta” maha indah (diiringi instrument biola kaya di film~). Sungguh,
sekali lagi, urusan hati ini teramat sensitif. Tidak mudah untuk meyakininya,
apalagi untuk dengan mudahnya dilisankan.
Heran
bukan dengan orang yang dengan mudah menyatakan cinta?
Sudahkah
mereka benar-benar paham dan meyakini apa yang ada di hatinya?
Cinta
itu akan mengalir, hingga saat tiba waktunya, tak perlu diungkapkan secara lisan pun ia akan
sampai pada hati yang ditujunya, ia akan berbicara dengan sendirinya. Urusan
hati hanya bisa didengar, dirasakan dan sampai pada hati lagi. Yakinilah.
Cinta
itu tidak bisa diukur dari “seberapa
lama”, seberapa lama kita menyimpan rasa untuk seseorang, belum tentu itu
cinta. Belum tentu juga cinta hadir untuk orang yang paling lama kita kenal.
Belum tentu, aku kira, ya belum tentu. Cinta bisa hadir kapan saja dan tertuju
untuk siapa saja tanpa kita duga, yang pasti cinta tau kapan saatnya ia harus nampak
dipermukaan (Rizki RR, 2011).
Sungguh
cinta adalah anugrah, akan menyesal bila salah memaknainya. Jika belum
seutuhnya yakin, simpanlah dan jagalah kesuciannya. Jika berani memunculkannya
dipermukaan tanpa keyakinan yang utuh, ia takkan mampu melalui tantangan yang
mengitarinya, ia akan kalah dengan rasa cemburu, hawa nafsu, dan luka karena
cinta, luka hati, tidak seperti luka di badan yang jelas bagaimana cara
menyembuhkannya. Ingin merugi seperti itu?
:D
Wajar
ketika memiliki rasa berbeda pada lawan jenis, tapi janganlah coba beranikan
diri mengartikan itu cinta jika belum yakin. Yakinilah dahulu, persiapkanlah.
Selalu bingung kalau ditanya
soal “sebenarnya suka ga sih?”. Mungkin bisa jadi itu sementara. Kalau masih
dalam bentuk keraguan, biarin aja dulu ngalir atuh, aku takutnya malah salah
ngartiin. Karena sekali lagi, urusan
hati akan memunculkan keberadaannya ketika waktunya tiba. Urusan hati itu hal
yang terpisah dari apa disebut teman, dan aku sekedar jadi temen kamu aja udah
nyaman dan seneng pake banget, tanpa mengharapkan apapun ke arah sana, jangan
sampai rusak karena hal yang masih terdapat keraguan di dalamnya, lebar
bangeeet -,-
Kamu mau dengerin aku, kamu
sering bantuin aku, kamu ngingetin aku, dan semua kebaikan kamu, aku harap bisa
ngebales semuanya, aku harap bisa jadi temen yang baik untuk kamu, maafin aku
kalau aku selalu ngelakuin kesalahan. Maafin aku. Tanpa sadar, kata-kata kamu
tuh ngaruh loh, secara ga sadar kamu itu ngubah aku sedikit demi sedikit.
Subhanalloh banget tiap mau keluar malem inget kata-kata kamu lah demi apa.
Tanpa menghindari dan
memaksakan, jika memang nantinya ada rasa, yah who knows? Ga salah kan ya? Yang
penting sekarang aku nyaman dan seneng bareng kamu, hahahahah, bukan ko, bukan
karena ingin minta makanan, aku bener-bener udah nyaah ko. Dan jujur, sedih
rasanya kalau bayangin mungkin ga lama lagi kita bakal jauh, jarang ketemu,
bahkan mungkin nanti kamu ga inget aku lagi, dan aku bakal kangen banget, dan nanti kalau udah jauh mah pasti gatau harus
apa kalau kangen, jadi aku harus galau ditengah rintikan hujan gitu? sedih
tingkat dewa *tisu mana tisu?*
Aku ketemu orang kaya kamu,
aku bisa jadi temen kamu, itu udah subhanalloh. aku tuh ga punya temen yang
beda kaya kamu. Segini aja udah bersyukur,
untuk lebih dari sekedar temen mah, aku ini harus apa, aku tau diri ko,
mungkin entah harus berproses memantaskan diri selama apa untuk jadi layak
sekedar menyukai orang kaya kamu, terlalu jauh untuk berharap ke arah sana, dan
aku terlalu khawatir untuk menuju arah sana, karena kemungkinan rusak karena
cemburu dan lainnya hal itu memungkinkan kita bakal jauh, bakal banyak masalah,
dan kita ga akan rame lagi, berantem wae meren *stop jangan bayangkan hal buruk
itu* , ngebayangin kuliah tinggal 2 taun dan mungkin bareng-barengnya paling
cuma tinggal setaun aja udah sedih. Semoga kalaupun kita jauh nanti, aku bisa
ketemu orang yang sifatnya kaya kamu, ya
kamu. atuh aku masih mau belajar banyak dari kamu, atuh aku siapa yang mau ngubah
kebiasaan-kebiasaan jelek aku. Atuh da aku mah apa, gatau harus apa, jadinya
nulis kaya gini. Oke fix segini aja, sekian yu mari dadah babay .
0 komentar:
Posting Komentar