Debaran jantung yang tidak menentu, setruman listrik yang semu,
perasaan yang bercampur aduk, kehilangan kata-kata, tersipu-sipu karena
salah tingkah, pulsa yang membengkak hingga status facebook
yang mengundang puluhan komentar. Ah, kalian pasti tau bgt gmna
rasanya. Siapapun akan mengakui jatuh cinta memang begitu menakjubkan.
William Shakespeare, sang penulis kisah cinta legendaris, Romeo and Juliet, kesulitan memahami paradoks cinta dan hanya bisa menyimpulkan, "Love is the most beautiful of dreams and the worst of nightmares.".
Cinta itu buta, cinta itu tak masuk akal. Jangan samakan cinta dengan
logika. Demikianlah kata para pujangga cinta. Ya, mungkin ada benarnya.
Namun, kalian semua salah jika berpendapat cinta adalah murni masalah
perasaan semata.
Ketika Ilmuwan Bicara Cinta
Barangkali kalian mengira para mahkluk cerdas yang berkutat dengan rumus-rumus di laboratorium pasti kebal dengan panah sang cupid.
Seandainya kalian tahu, topik cinta tidak hanya menjadi gosip
dikalangan selebriti, tetapi juga menjungkirbalikkan dunia para ilmuwan
jenius.
Kembali ke tahun 1894, lihat saja ilmuwan yang
memfokuskan risetnya pada medan magnet ini. Sang malaikat cinta telah
menemukan korbannya. Pierre Currie tidak lagi berkonsentrasi pada medan
magnetnya ketika ia menemukan kutub magnetnya yang baru, Marie
Sklodowska, ahli fisika wanita yang terbit bak mentari pagi dalam
hidupnya. Karena kecintaannya pada Polandia, tanah airnya, butuh waktu
yang lama bagi Marie untuk menjawab “Ya”.
Seorang Pierre
tidak mengenal kata menyerah, bahkan dalam urusan asmara sekalipun. Ia
mengejar pujaan hatinya itu dari Paris hingga Warsawa. Kisah ini
berakhir happy ending, bukan hanya karena mereka menikah dan
hidup bahagia selamanya seperti dongeng khas Hans Andersen. Namun,
mereka telah menjadi pasangan ilmuwan paling kompak yang berhasil
menemukan unsur baru radioaktif , plutonium dan radium.
“ Gaya
gravitasi tidak memegang peranan bagi orang-orang yang sedang jatuh
cinta. Bagaimana mungkin anda dapat menjelaskan dalam ilmu kimia dan
fisika tentang fenomena biologis yang penting, seperti cinta pertama?”, pertanyaan ini dilontarkan oleh sang maestro fisika, Albert Einstein.
Ia bahkan menemukan hubungan antara cinta dengan teorinya yang terkenal ,”
Letakkan tanganmu ditungku panas selama semenit, rasanya seperti satu
jam, duduklah bersama dengan gadis pujaanmu selama satu jam, rasanya
seperti semenit. Itulah makna relativitas”.
Kolaborasi Akbar Kimia Cinta
Para
psikolog menyatakan, hanya butuh 90 detik hingga 4 menit untuk membuat
anda menggandrungi seseorang. Helen Fisher dari Rutgers University
membagi perjalanan sang cupid menjadi 3 tahap yaitu hasrat ( lust ), daya tarik (attraction) dan terikat (attachment). Nah, inilah wajah asli sang cupid menampakkan dirinya. Bukan mahkluk bersayap yang biasanya menghiasi kartu valentine.
Namun, dibalik fenomena cinta, ada sekelompok senyawa yang bertanggung
jawab meracik reaksi kimia untuk membuat kalian “mabuk kepayang”.
Pada
tahap awal, hormon testosteron pada pria dan estrogen pada wanita
bekerja sama menggelar karpet merah untuk menyambut datangnya cinta
setelah masa pubertas. Memasuki tahap daya tarik, muncullah adrenalin, dopamine dan serotonin
yang membawa sensasi. Dan di babak terakhir, setelah pasangan tersebut
menikah, hadirlah oksitosin dan vasopressin untuk membuat mereka
lengket bak perangko hingga maut datang memisahkan.
Kronologis Perjalanan Cinta
Benarkah
cinta hadir pada pandangan pertama? Sekilas kelihatannya memang
demikian, tetapi kurang tepat. Fakta ilmiah menunjukkan cinta datang
lewat “hidung”. Awalnya, wanita mengeluarkan zat kimia feromon, yang
dihasilkan selama masa ovulasi. Feromon ini akan “tercium” lewat hidung
lawan jenisnya. Sebaliknya nada suara pria yang berat dan penuh
percaya diri dapat menarik perhatian wanita karena mengandung kadar
testosteron.
Setelah feromon terdeteksi, adrenalin akan memacu
detak jantung anda. Kemudian dopamine akan bereaksi untuk memberikan
perasaan bahagia yang tak terlukiskan. Bahkan, efek dari zat “ pleasure chemistry” ini, hampir setara dengan efek “fly” yang ditimbulkan oleh kokain sehingga energi tubuh meningkat, sulit tidur dan menginterupsi selera makan.
Selanjutnya
giliran serotonin yang membuat kalian terobsesi untuk terus memikirkan
sang pujaan hati. Dr.Donatella Marazziti, Psikiatri dari University of Pisa
mengadakan survei terhadap sampel darah dari 20 pasangan yang sedang
jatuh cinta. Ia menemukan kadar serotonin yang tinggi hingga hampir
menyamai level terendah dari obsesi kompulsif.
Akhirnya, setelah
sebuah cincin melingkar di jari manis, zat oksitosin dan vasopressin
akan bekerja keras untuk mempertahankan kesetiaan. Oksitosin juga
memperkuat ikatan batin antara ibu dengan bayinya yang baru lahir dan
merangsang reproduksi ASI. Prof.Dianne Witt dari New York melakukan
eksperimen dengan menghentikan pasokan oksitosin alami pada tikus. Hewan
pengerat itu langsung menunjukkan gejala menolak anaknya. Sebaliknya,
ketika oksitoksin disuntikkan pada tikus betina yang belum
bereproduksi, ia tiba-tiba menjadi protektif dan menyayangi anak-anak
tikus yang lain.
Mengapa Cinta Itu Buta
Menurut
Ellen Berscheid, seorang psikolog cinta, dua orang yang baru jatuh
cinta akan menganggap pasangannya sebagai sosok yang sempurna. Mereka
akan melihat kelebihan sang kekasih dengan kaca pembesar dan mengabaikan
kelemahannya. Tidak heran, inilah hasil kerjasama dopamine dan serotonin.
Secara ilmiah, kebutaan adalah tahap alami untuk memasuki langkah
selanjutnya, membuka gerbang bagi oksitosin untuk bekerja pasca hari
pernikahan.
When Love Goes Wrong
Dibalik
dongeng tentang manisnya cinta, panah sang cupid ini dapat berbalik
arah menjadi bumerang untuk membuat seseorang patah hati. Luka hati dan
air mata sering datang dari cinta yang salah. Misalnya, menjalin
hubungan dengan orang yang sudah menikah atau melibatkan orang ketiga
dalam sebuah hubungan. Dari manakah datangnya cinta yang salah ini?
Para
ilmuwan menyebutkan alkohol dan narkotika dapat mengacaukan aturan
kerja para senyawa cinta. Selain itu, krisis emosional yang
berkepanjangan atau bahkan pil KB dapat menjadi penyebab lainnya. Pria
dan wanita yang melewati shock emosi bersama-sama pada
kejadian kecelakaan pesawat atau ancaman kematian dapat mengira cinta
tumbuh diantara mereka, walaupun sebenarnya tidak.
Kesimpulannya,
dengan memahami bahwa jatuh cinta dapat dijelaskan secara ilmiah,
kalian dapat lebih bijak saat berhadapan langsung dengannya. Alangkah
baiknya jika logika dan perasaan berjalan seimbang sehingga kalian
tidak salah melangkah ketika hendak mengambil keputusan yang terpenting
dalam hidup.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar